Friday, October 19, 2012
Pura Kebo Edan
Pura Kebo Edan
Letak dan Lingkungan
Secara administratif Pura Kebo Edan berada di wilayah Dusun Intaran, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, tepatnya berada pada ruas jalan raya jurusan Gianyar, Tampaksiring, Kintamani, berada pada perbatasan antara dua Desa yaitu Desa Bedulu dan Desa Pejeng. Jarak dari Kota Gianyar ke lokasi ± 5 km, jarak dari lokasi ke Kota Denpasar ± 26 km. Pura ini sangat mudah dikenali karena berdekatan dengan Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali.
Lingkungan sekitar pura terdiri atas areal persawahan dan pemukiman penduduk Desa Pejeng (Dusun Intaran). Dibagian Selatan dan Barat Komplek Pura Kebo edan terdapat selokan (saluran air sawah) dan persawahan subak Bedulu. Di bagian utara pura terdapat areal persawahan subak pegending. Bagian timur dibatasi oleh jalan raya(jalan aspal) dan perumahan penduduk. Dari jalan raya kita dapat menjangkau pura dengan berjalan kaki ±50 m kearah barat, maka akan tiba dipelataran Pura Kebo Edan.
Data Sejarah
Untuk mengungkapkan keberadaan Pura Kebo Edan terutama sejarahnya tidaklah mudah. Hal ini disebabkan karena belum ditemukannya sumber-sumber tertulis baik yang berupa data prasasti ataupun yang berbentuk “Purana” yang diharapkan dapat memberi kejelasan mengenai sejarahnya. Walupun demikian adanya sejumlah peninggalan purbakala terutamanya arca di Pura Kebo Edan ini merupakan suatu sumber autentik yang amat berguna, namun data itupun belum sepenuhnya dapat membantu dalam mengkaji sejarah pura ini dengan lengkap. Di Pura ini terdapat beberapa tinggalan arca ± 55 buah yang keseluruhannya berada di areal dalam (Jeroan) pura baik yang berada di dalam pelinggih maupun yang ada diareal pura. Adapun beberapa buah arca diantaranya :
· Arca Dewa Ganesa
· Arca Perwujudan
· Arca Raksasa
· Arca Nandi
· Arca Pendukung Tiang (Arca Gana)
· Arca Gajah
· Fragmen Arca Raksasa
· Fragmen Kepala Binatang
· Fragmen Bangunan
· Batu-batu alam
Dari keseluruhan arca-arca tersebut kondisinya ada yang masih utuh dan ada pula yang sudah rusak baik patah maupun aus. Dari segi nama menunjukkan bahwa kata “Kebo Edan “ berarti ‘Kebo Gila’. Kenapa dinamai demikian? Hal ini kemungkinan besar diambil dari nama sepasang arca kerbau yang terdapat di pura ini. Dua arca Kerbau itu dilukiskan melihat kearah arca Siwa bhairawa yang sedang melakukan praktek ajaran Bhairawa. Memang dalam prakteknya ajaran bhairawa menempuh jalan niwerti untuk mencapai tujuannya yaitu dengan memuaskan hawa nafsu sehingga sampai mabuk. Sebagaimana diketahui dalam Sejarah Indonesia, bahwa pada zaman kerajaaan Singosari memerintah seorang raja yang bernama Kertanegara (1268-1292 M). Raja ini mempunyai cita-cita menyatukan kerajaan-kerajaan di Nusantara guna menandingi ancaman Kaesar Tiongkok yang bernama ‘Kubilai Khan’ dimulailah politik ekspansi dengan menyerang Kerajaan Melayu pada tahun 1275, Pulau Bali tahun 1284 Masehi dan menguasainya berdasarkan sumber prasasti tahun 1296 masehi. Pada Tahun 1300 masehi Raja Kertanegara di Bali mengangkat wakilnya yang bernama ‘Kebo Parud’ dengan jabatan Raja Patih. Letak Geografis Pura Kebo Edan yang dikelilingi oleh pura-pura kuna lainnya seperti Pura Pusering Jagat di utara, Pura Penataran Sasih ditimur laut dan Pura Arjuna diselatan memberi bukti bahwa situs Pura Kebo Edan memiliki nilai histories yang penting. Memperhatikan keadaan diatas, sejarah Pura Kebo edan nampaknya tidak dapat dipisahkan dengan pura-pura yang ada disekitarnya,sehingga memberikan indikasi bahwa Pura Kebo Edan mempunyai nilai historis sangat penting dalam konteks sejarah Bali.
Arca Siwa Bhairawa di Pura Kebo Edan rupa-rupanya berasal dari masa pemerintahan Raja Asta Sura Ratna Bumi Banten, oleh karena berasal dari masa pemerintahan ini maka arca tersebut kemungkinan berasal dari pertenganahan abad XIV Masehi. Stutterhiem bahkan mengatakan arca-arca di Pura Kebo Edan berasal dari abad ke-XIII Masehi (Srijaya, 1990 : 13)
Aliran Tantrayana dalam Agama Hindu dapat dibedakan menjadi dua aliran besar yaitu Tantrayana kiri dan Tantrayana kanan. Agama Hindu khususnya dari sekte Siwa yang mendapat pengaruh ajaran Tantra dikenal dengan nama Siwa Tantra/Siwa Bhairawa, ajaran Tantrayana tidak berpengaruh dinegeri kelahiran agama Hindu seperti India, tapi kenyataannya paham tersebut berkembang pesat di Indonesia. Data arkeologis menunjukkan paham Tantrayana telah berkembang di Indonesia sekitar abad VIII Masehi, khususnya di Jawa Tengah. Kemudian setelah pusat pemerintahan pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada sekitar abad X Masehi maka paham Tantra ikut terbawa, dibawah pemerintahan Raja Kertanegara ajaran Tantrayana berkembang dengan sangat subur. Dalam kitab ”Negarakertagama” Pupuh 43.3 dikatakan Raja Kertanegara sangat tekun menjalankan Tantra-Subhuti, disamping sang raja menjalankan puja. Yoga dan semadhi. Raja Kertanegara berkuasa di Jawa Timur mulai Tahun 1254-1292 Masehi. Kekuasaan Singosari yang dipimpin Raja Kertanegara melakukan ekspedisi ke Bali pada Tahun 1284 Masehi. Dalam prasasti yang berangka Tahun 1296 Masehi menyebutkan setelah berhasil menguasai Bali Raja Kertanegara kemudian mengangkat wakilnya yang bernama ’Kebo Parud’ dengan jabatan Raja Patih, hubungan historis Pulau Bali dengan Pulau Jawa khususnya Jawa Timur erat kaitannya dengan diawali oleh perkawinan Udayana Warmadewa (putra Bali) dengan seorang putri Jawa Timur yang bernama ”Sri Gunapriyadharmapatni”.Sri Gunapriyadharmapatni (Mahendradata) adalah cicit Empu Sendok kemungkinan telah mendapat pengaruh ajaran Tantra sejak masih berada di Jawa. Di Bali sejak pemerintahan Udayana Warmadewa bersama-sama istrinya Gunapriyadharmapatni merupakan masa suburnya ilmu-ilmu gaib seperti calon arang, yang diceritakan pemujaan terhadap Hyang Bhairawi atau Dewi Durga.
Pura Kebo Edan
Location and Environment
Pura Kebo Edan administratively located in the hamlet Intaran, Pejeng Village, District Tampaksiring, Gianyar, Bali Province, precisely located on a major roadway Gianyar, Tampaksiring, Kintamani, is on the border between the two villages namely Bedulu Village and Village Pejeng. The distance from the city of Gianyar to the location of ± 5 km, distance from Denpasar City location to ± 26 km. This temple is very easily recognizable because of contact with the Office of Archaeological Heritage Preservation Hall Bali.
Environment around the temple consists of rice fields and village settlements Pejeng (Hamlet Intaran). South and West Complex section Pura Kebo there wacky ditch (field drains) and rice fields Bedulu subak. In the northern part of the temple there pegending subak rice field. The eastern part bounded by the highway (road asphalt) and the residential population. From the highway we can reach the temple by foot ± 50 m towards the west, then it would arrive dipelataran Pura Kebo Edan.
Data History
To reveal the presence of Pura Kebo Edan especially its history is not easy. This is because the sources have not been found either in the form of written data in the form of inscriptions or "Purana" which is expected to provide clarity about its history. Thus even though a number of ancient relics primarily to Pura Kebo Edan the statue is an authentic source of very useful, but even then the data has not been fully able to assist in reviewing the complete history of this temple. In this temple there are some remnants of the statue of ± 55 fruits that are in the area in its entirety (Offal) temple both inside and that there diareal pelinggih temple. As for some of the statues are:
• The image of god Ganesa
• Arca Embodiment
• Giant statue
• Nandi statue
• Supporting Pole Arca (Arca Gana)
• Elephant Statue
• Giant Statue Fragment
• Fragments Head of the Beast
• Fragments of Buildings
• Natural stones
From the overall condition statues are there that are still intact and some are already damaged either broken or worn out. In terms of name indicates that the word "Kebo Edan" means "Kebo Mad '. Why so called? This is most likely taken from a pair of buffalo statues contained in this temple. Two of Buffalo's statue looked at the statue of Shiva depicted bhairawa who are doing the teaching practice Bhairawa. Indeed, in practice the teachings bhairawa niwerti path to achieving the goal is to satisfy the passions that until drunk. As known in the history of Indonesia, that in the days of royal Singosari ruled a king named Kertanegara (1268-1292 AD). This king, aspires to unite the kingdoms in the archipelago in order to match the threat of Chinese Caesar named 'Kublai Khan' began the policy of expansion by attacking the Malay kingdom in the year 1275, the island of Bali in 1284 AD and mastered by source inscription of 1296 AD. In the year 1300 AD King Kertanegara in Bali raised his deputy named "Kebo Parud 'with the title of King Patih. Pura Kebo Edan Geographical surrounded by other ancient pretend like Pusering Jagat Temple in the north, the east sea Penataran Sasih the south and Pura Arjuna gave evidence that Pura Kebo Edan site has important historical value. Noting the above circumstances, Pura Kebo wacky history does not seem to be separated by pretending that is around, thus giving an indication that Pura Kebo Edan has historical value is very important in the context of the history of Bali.
Shiva statue at Pura Kebo Edan Bhairawa apparently originated from the reign of King Ratna Asta Sura Earth Bantam, because this comes from the reign of the statues are likely to come from pertenganahan XIV century AD. Stutterhiem even said statues at Pura Kebo Edan comes from the XIII century AD (Srijaya, 1990: 13)
Flow in the Tantric Hinduism can be divided into two major streams of Tantrayana left and right Tantrayana. Hindu religious sects in particular from Siwa who got the influence of Tantra Tantra is known by the name of Shiva / Shiva Bhairawa, Tantric teachings are not influential Hindu land of birth as India, but in fact understand it is growing rapidly in Indonesia. Archaeological data indicate Tantrayana understood in Indonesia has grown around the VIII century AD, especially in Central Java. Then once the seat of government moved from Central Java to East Java at about the tenth century AD Tantra is understood carried on, under the reign of King Kertanegara Tantric teachings growing very fertile. In the book "Negarakertagama" King said Canto 43.3 Kertanegara very diligently run Tantra-Subhuti, besides the king running the puja. Yoga and semadhi. The king came to power in East Java Kertanegara start of 1254-1292 AD. Power Singosari Kertanegara led an expedition to King Bali in the year 1284 AD. In the inscription which dates to Year 1296 AD mentions King Bali after successfully mastered Kertanegara then appointed a representative who is named "Kebo Parud 'with the title of King Patih, historical relationship with the island of Java, Bali, especially in East Java is closely related to marriage preceded by Warmadewa Udayana (Bali's son) East Java with a daughter named "Sri Gunapriyadharmapatni". Sri Gunapriyadharmapatni (Mahendradata) is a great-grandson of Professor Spoon may have been influenced by the teachings of Tantra since still in Java. Since the reign of Udayana in Bali together Warmadewa Gunapriyadharmapatni wife is fertile period occult sciences such as charcoal candidate, who told the worship of Goddess Durga or Bhairawi Hyang.
...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment