Industri kerajinan berbasis kayu di Gianyar mengalami stagnan. Selain dampak dari Bom Bali I dan II, faktor regenerasi pengrajin juga menjadi kendala. Anak muda saat ini enggan untuk menekuni kerajinan kayu, karena dinilai pekerjaan itu sebagai sambilan saja.
Mereka lebih memilih bekerja disektor formal seperti kantoran ataupun PNS sebagai pekerjaan utama. Sangatlah wajar pula, mengingat pasar kerajinan mulai lesu dari segi harga maupun permintaan pasar. Seperti halnya pengrajin di daerah Tegallalang mulai beralih profesi menjadi tukang bangunan.
Menjadi tukang bangunan dianggap lebih cepat mendatangkan uang daripada menjadi pengrajin. Menjadi tukang bangunan, uang yang akan diperoleh lebih cepat.
Keterpurukan pengrajin di Gianyar ini juga disebabkan oleh beberapa hal:
Mereka lebih memilih bekerja disektor formal seperti kantoran ataupun PNS sebagai pekerjaan utama. Sangatlah wajar pula, mengingat pasar kerajinan mulai lesu dari segi harga maupun permintaan pasar. Seperti halnya pengrajin di daerah Tegallalang mulai beralih profesi menjadi tukang bangunan.
Menjadi tukang bangunan dianggap lebih cepat mendatangkan uang daripada menjadi pengrajin. Menjadi tukang bangunan, uang yang akan diperoleh lebih cepat.
Keterpurukan pengrajin di Gianyar ini juga disebabkan oleh beberapa hal:
- Pasar ekspor ditentukan oleh broker, bukan oleh si pengrajin. Hal ini terkait SDM dalam memasarkan produk.
- Mahalnya harga sewa toko di kawasan strategis seperti Ubud dan Kuta. Hanya mereka yang bermodal besar saja bisa mengontrak. Misalnya orang asing dan spekulan bisnis.
- Hak cipta. Kurang sadarnya mempatenkan sebuah desain dan juga terkendala mahalnya biaya paten menyebabkan pengrajinn mulai enggan menuangkan ide-idenya.
No comments:
Post a Comment